JAKARTA - Alasan penolakan terhadap kurikulum 2013 tidak hanya datang dari Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), namun juga dari berbagai institusi dan elemen masyarakat.
Presidium Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Guntur Ismail mengatakan jika dasar penolakan yang sangat substansi tersebut dibagi menjadi tiga hal.
1. Kurikulum 2013 dilaksanakan tanpa uji coba.
Sebelum diimplementasikan, rancangan sebuah kurikulum perlu diuji dan disosialisasikan secara terbuka di forum akademik, yang juga melibatkan pihak-pihak lain yang memiliki kompetensi serta kapasitas menilai, termasuk di dalamnya adalah kelompok masyarakat pelaku pendidikan.
Forum terbuka adalah amat penting, yang mempunyai tujuan selain guna menampung pemikiran yang komprehensif juga untuk membangun pemahaman bersama hingga mengundang komitmen semua komponen masyarakat, khususnya yang akan terlibat langsung di dalam implementasi.
"Sayangnya pihak Kemendikbud bersikap antikritik dan menganggap bahwa para penentang sebagai pihak yang tak paham. Sikap ini berbeda dengan pemerintah Singapura dan Inggris yang saat ini sedang melakukan perubahan kurikulum juga," tuturnya, dalam siaran pers, Rabu (22/5/2013).
Menurutnya, kedua negara ini melakukan uji coba terlebih dahulu selama dua tahun sebelum menerapkan kurikulum barunya. Dokumen kurikulumnya pun dapat diakses publik dengan mudah, bahkan dibuka perdebatan.
2. Ketidaksiapan Sekolah dan Guru.
Langkah perlu yang harus dilakukan untuk melaksanakan sebuah kurikulum adalah menyiapkan guru, sarana dan prasarana serta infrastruktur pendidikan yang tepat. Menyiapkan guru dalam hal ini bukan sekedar menyiapkan keterampilan dalam pengetahuan, namun lebih penting adalah menyiapkan sosok guru yang mumpuni.
"Rancangan Kurikulum 2013 mengambil konsep integratif-tematik yang menunjukkan terdapatnya perubahan mendasar pada struktur kurikulum hingga pola penugasan guru," jelasnya.
Setidaknya, sejumlah mata pelajaran akan diintegrasikan menjadi satu mata pelajaran. Konsep ini membutuhan guru yang menguasai sejumlah mata pelajaran (yang digabungkan) serta mumpuni dalam mengajar berbasiskan pada tematik (yang telah ditentukan), yang merujuk pada lingkungan sekolah.
Untuk terlaksananya konsep ini, pengetahuan dan kapasitas guru yang ada pada saat ini cukup jauh dari memenuhi kebutuhannya. Sementara itu, akan terdapat permasalahan pada tidak sedikit jumlah guru dengan "kompetensi" mata pelajaran yang dikeluarkan dari dalam struktur Kurikulum 2013.
3. Ketidaksiapan Materi.
Hingga limit waktu penerapan yang menyisakan waktu sekira 50 hari buku babon untuk guru dan buku siswa belum jadi bahkan belum dicetak. Jika kurikulum harus dilaksanakan pada 15 Juli 2013, maka pelatihan guru harus segera dilaksanakan Mei, namun karena anggaran belum disetujui DPR dan buku babon belum dicetak tentu saja tak mungkin melakukan pelatihan guru.
"Buku babon dan buku siswa belum selesai dibuat, tender harus diulang, belum lagi distribusi buku juga membutuhkan waktu dan proses yang tidak singkat, jadi ketidaksiapan materi tentu membuat kurikulum 2013 ini layu sebelum berkembang," pungkasnya. (okezone)
Presidium Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Guntur Ismail mengatakan jika dasar penolakan yang sangat substansi tersebut dibagi menjadi tiga hal.
1. Kurikulum 2013 dilaksanakan tanpa uji coba.
Sebelum diimplementasikan, rancangan sebuah kurikulum perlu diuji dan disosialisasikan secara terbuka di forum akademik, yang juga melibatkan pihak-pihak lain yang memiliki kompetensi serta kapasitas menilai, termasuk di dalamnya adalah kelompok masyarakat pelaku pendidikan.
Forum terbuka adalah amat penting, yang mempunyai tujuan selain guna menampung pemikiran yang komprehensif juga untuk membangun pemahaman bersama hingga mengundang komitmen semua komponen masyarakat, khususnya yang akan terlibat langsung di dalam implementasi.
"Sayangnya pihak Kemendikbud bersikap antikritik dan menganggap bahwa para penentang sebagai pihak yang tak paham. Sikap ini berbeda dengan pemerintah Singapura dan Inggris yang saat ini sedang melakukan perubahan kurikulum juga," tuturnya, dalam siaran pers, Rabu (22/5/2013).
Menurutnya, kedua negara ini melakukan uji coba terlebih dahulu selama dua tahun sebelum menerapkan kurikulum barunya. Dokumen kurikulumnya pun dapat diakses publik dengan mudah, bahkan dibuka perdebatan.
2. Ketidaksiapan Sekolah dan Guru.
Langkah perlu yang harus dilakukan untuk melaksanakan sebuah kurikulum adalah menyiapkan guru, sarana dan prasarana serta infrastruktur pendidikan yang tepat. Menyiapkan guru dalam hal ini bukan sekedar menyiapkan keterampilan dalam pengetahuan, namun lebih penting adalah menyiapkan sosok guru yang mumpuni.
"Rancangan Kurikulum 2013 mengambil konsep integratif-tematik yang menunjukkan terdapatnya perubahan mendasar pada struktur kurikulum hingga pola penugasan guru," jelasnya.
Setidaknya, sejumlah mata pelajaran akan diintegrasikan menjadi satu mata pelajaran. Konsep ini membutuhan guru yang menguasai sejumlah mata pelajaran (yang digabungkan) serta mumpuni dalam mengajar berbasiskan pada tematik (yang telah ditentukan), yang merujuk pada lingkungan sekolah.
Untuk terlaksananya konsep ini, pengetahuan dan kapasitas guru yang ada pada saat ini cukup jauh dari memenuhi kebutuhannya. Sementara itu, akan terdapat permasalahan pada tidak sedikit jumlah guru dengan "kompetensi" mata pelajaran yang dikeluarkan dari dalam struktur Kurikulum 2013.
3. Ketidaksiapan Materi.
Hingga limit waktu penerapan yang menyisakan waktu sekira 50 hari buku babon untuk guru dan buku siswa belum jadi bahkan belum dicetak. Jika kurikulum harus dilaksanakan pada 15 Juli 2013, maka pelatihan guru harus segera dilaksanakan Mei, namun karena anggaran belum disetujui DPR dan buku babon belum dicetak tentu saja tak mungkin melakukan pelatihan guru.
"Buku babon dan buku siswa belum selesai dibuat, tender harus diulang, belum lagi distribusi buku juga membutuhkan waktu dan proses yang tidak singkat, jadi ketidaksiapan materi tentu membuat kurikulum 2013 ini layu sebelum berkembang," pungkasnya. (okezone)