 |
| Angga Yuniar | internet |
JAKARTA - Persepsi sebagian besar masyarakat Indonesia utamanya para orang tua siswa mengenai lebih baik mana antara jurusan IPA dan IPS masih saja keliru. Hal itu dapat diketahui bahwa banyak sekali siswa SMA memandang IPS rendah.
Menanggapi hal tersebut, praktisi pendidikan sekaligus sosiolog Universita Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Angga Yuniar mengatakan bahwa ada lima hal yang melandasi kekeliruan persepsi masyarakat Indonesia.
Pertama, IPA dinilai lebih hebat dan keren. Kedua, jurusan IPA lebih mudah meneruskan ke jenjang perguruan tinggi. Ketiga, masyarakat meyakini IPA lebih menjanjikan masa depan siswa. Keempat, siswa yang ada di jurusan IPS dianggap memiliki kemampuan akademis yang kurang. Kelima, baik orang tua maupun anak saling memandang rendah jurusan IPS.
Menurut dia, dalam kenyataan yang sekarang ini, Indonesia mengalami kendala untuk urusan sosial dan budaya. Maka dari itu, perlu ditekankan bahwa masalah tersebut tidak bisa diselesaikan dengan ilmu IPA, melainkan IPS.
“Penyelesaiannya tidak bisa menggunakan analisis IPA, akan tetapi diharuskan mengaplikasikan ilmu IPS,” kata Angga seperti dilansir Media Indonesia, Minggu (21/7).
Sementara itu, lanjut dia, dalam proses membangun negara Indonesia diperlukan semua ilmu pendidikan (pengetahuan). Sehingga tidak ada ilmu yang tidak dibutuhkan. “Bidang apapun itu, asalkan ada minat dan sikap serius, maka dapat dipastikan ilmu yang dipelajari akan bermanfaat,” lanjutnya.
Oleh karenanya, sebaiknya tidak ada diskriminasi antara jurusan IPA dan IPS. Melainkan keduanya harus saling sinergi agar masa depan anak bangsa memiliki prospek yang cerah. (AP)
Menanggapi hal tersebut, praktisi pendidikan sekaligus sosiolog Universita Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Angga Yuniar mengatakan bahwa ada lima hal yang melandasi kekeliruan persepsi masyarakat Indonesia.
Pertama, IPA dinilai lebih hebat dan keren. Kedua, jurusan IPA lebih mudah meneruskan ke jenjang perguruan tinggi. Ketiga, masyarakat meyakini IPA lebih menjanjikan masa depan siswa. Keempat, siswa yang ada di jurusan IPS dianggap memiliki kemampuan akademis yang kurang. Kelima, baik orang tua maupun anak saling memandang rendah jurusan IPS.
Menurut dia, dalam kenyataan yang sekarang ini, Indonesia mengalami kendala untuk urusan sosial dan budaya. Maka dari itu, perlu ditekankan bahwa masalah tersebut tidak bisa diselesaikan dengan ilmu IPA, melainkan IPS.
“Penyelesaiannya tidak bisa menggunakan analisis IPA, akan tetapi diharuskan mengaplikasikan ilmu IPS,” kata Angga seperti dilansir Media Indonesia, Minggu (21/7).
Sementara itu, lanjut dia, dalam proses membangun negara Indonesia diperlukan semua ilmu pendidikan (pengetahuan). Sehingga tidak ada ilmu yang tidak dibutuhkan. “Bidang apapun itu, asalkan ada minat dan sikap serius, maka dapat dipastikan ilmu yang dipelajari akan bermanfaat,” lanjutnya.
Oleh karenanya, sebaiknya tidak ada diskriminasi antara jurusan IPA dan IPS. Melainkan keduanya harus saling sinergi agar masa depan anak bangsa memiliki prospek yang cerah. (AP)
