Seorang pemuda meninggalkan kampungnya sampai bertahun-tahun dan dia berhasil menjadi seorang yang kaya raya. Pada suatu hari, dia pulang ke kampungnya dan sengaja mengenakan pakaian biasa, pakaian petani sederhana eperti ketika dia berangkat dan dikunjungilah seorang sahabatnya. Sahabat ini menerimanya dengan acuh, bahkan sikapnya menghina seolah kedatangannya itu hanya mengganggu saja, dan ada kecurigaan kalau-kalau dia datang untuk berhutang! Sikap sahabatnya ini membuat dia penasaran dan dia pun pergi.
Beberapa hari kemudian dia datang kembali, sekarang mengenakan pakaian indah dan serba mahal, serba baru. Seketika sikap sahabatnya itu berubah. Dia diterima dengan ramah, dipersilakan duduk dan dijamu hidangan yang enak! Ketika acara makan akan dimulai, pemuda itu lalu menanggalkan baju dan sepatunya, menggantungkan baju di kursi, menaruh sepatu di meja dan dia pun dengan sikap hormat mempersilakan baju dan sepatu itu untuk makan minum. Sahabatnya heran lalu menegur sikapnya yang aneh ini dan pemuda itu menjawab, “Bukankah yang kauhormat itu pakaian dan sepatuku? Bukan diriku yang kausuguh hidangan ini, melainkan pakaian dan sepatuku inilah!”.Si sahabat merah mukanya karena malu.
Saudaraku, Penghormatan yang kita lakukan ini, hanyalah merupakan pemujaan terhadap benda, kekuasaan kedudukan mulia, kecantikan, kepandaian dan sebagainya. Bukan manusianya yang dihormati, melainkan yang melekat pada si manusia pada saat itu.
Sebuah contoh nyata adalah ketika seorang pembesar dihormat sampai berlebihan karena kedudukannya yang tinggi, kekuasaannya yang besar, karena si penghormat ini memiliki pamrih. Namun, begitu si pembesar kehilangan kedudukan dan kekuasaannya, maka penghormatan itu pun akan lenyap dengan sendirinya! tragis kan ?
Seorang yang bijaksana tidak akan silau oleh segala kelebihan lahiriah itu, tidak akan menjilat dan memuja orang yang kebetulan memiliki kelebihan lahiriah. Juga dia tidak akan mabuk oleh kelebihan
Beberapa hari kemudian dia datang kembali, sekarang mengenakan pakaian indah dan serba mahal, serba baru. Seketika sikap sahabatnya itu berubah. Dia diterima dengan ramah, dipersilakan duduk dan dijamu hidangan yang enak! Ketika acara makan akan dimulai, pemuda itu lalu menanggalkan baju dan sepatunya, menggantungkan baju di kursi, menaruh sepatu di meja dan dia pun dengan sikap hormat mempersilakan baju dan sepatu itu untuk makan minum. Sahabatnya heran lalu menegur sikapnya yang aneh ini dan pemuda itu menjawab, “Bukankah yang kauhormat itu pakaian dan sepatuku? Bukan diriku yang kausuguh hidangan ini, melainkan pakaian dan sepatuku inilah!”.Si sahabat merah mukanya karena malu.
Saudaraku, Penghormatan yang kita lakukan ini, hanyalah merupakan pemujaan terhadap benda, kekuasaan kedudukan mulia, kecantikan, kepandaian dan sebagainya. Bukan manusianya yang dihormati, melainkan yang melekat pada si manusia pada saat itu.
Sebuah contoh nyata adalah ketika seorang pembesar dihormat sampai berlebihan karena kedudukannya yang tinggi, kekuasaannya yang besar, karena si penghormat ini memiliki pamrih. Namun, begitu si pembesar kehilangan kedudukan dan kekuasaannya, maka penghormatan itu pun akan lenyap dengan sendirinya! tragis kan ?
Seorang yang bijaksana tidak akan silau oleh segala kelebihan lahiriah itu, tidak akan menjilat dan memuja orang yang kebetulan memiliki kelebihan lahiriah. Juga dia tidak akan mabuk oleh kelebihan
lahiriah kalau kebetulan dia yang memiliki, karena semua itu hanya sementara saja, tidak abadi.
Manusia itu sama, dalam arti kata sama-sama sempurna sebagai ciptaan Tuhan. Kita sama-sama menerima berkah berlimpah dari Yang Maha Kasih. Yang berbeda itu hanyalah pakaian, termasuk kebudayaan, tradisi, agama, pangkat kedudukan, harta, kulit dan sebagainya. kalau kulit pembungkus tubuh dan daging sudah rusak habis oleh kematian, apa yang tinggal? Kerangka dan tengkorak. Sama pula, tidak ada lagi yang cantik atau yang buruk, yang kaya atau yang miskin. Yang tinggal berbeda mungkin hanya bentuk nisan kuburannya!(de)