Tarian Landog Sampot |
Sejarahnya versi pertama. Menurut keyakinan masyarakat Kluet, tarian Landok Sampot diciptakan oleh seorang Panglima Negeri Kluet yang bernama Amat
Sa’id. Tarian ini mulai berkembang pada masa pemerintahan Raja Imam
Balai Pesantun dan Teuku Keujreun Pajelo.
Tarian Landok Sampot dijadikan tarian
adat yang disakralkan dalam setiap upacara adat. Sayangnya penciptanya tidak sempat melihat karyanya dicintai masyarakat
Kluet. Karena sebelum tarian ini berkembang, Ahmad Sa’id hilang dan
tidak pernah kembali dari sebuah perjalanan di Gunung Lawe Sawah.
Sehingga masyarakat menyebut gunung tersebut dengan nama Gunung Amat
Sa’id.
Sampai sekarang masyarakat setempat sering mengunjungi gunung
tersebut untuk berziarah.
Sejak saat itu, Tari Landok Sampot terus dikembangkan dan dilestarikan sebagai warisan budaya bangsa dari Tanah Kluet.
Sejarah Versi Kedua
Sebelum Belanda datang ke daerah Kluet, sekitar abad ke-17 datanglah penduduk dari luar daerah diantaranya dari Batak Karo, Aceh (Pasai), Minang Kabau dan ada juga dari Palembang.
Mereka datang ke daerah Kluet ini selain mengubah nasib juga membawa kebudayaan mereka masing-masing terutama kesenian daerahnya.
Dalam mengadakan pertunjukan, di antara mereka terjadi perselisihan karena pertunjukan yang mereka bawa bertentangan dengan kesenian asli daerah Kluet.
Konon menurut beberapa penutur di daerah Kluet mengatakan tarian Landok Sampot mulanya dari latihan perang-perangan dengan menggunakan pedang yang dibuat dari sepotong bambu yang disebut sampot.
Selanjutnya permainan ini lama kelamaan berubah menjadi sebuah tarian. Tarian Landok Sampot merupakan suatu tarian kebesaran yang ditampilkan khusus pada upacara raja-raja yang dilakukan oleh bangsawan saja atau dengan kata lain hanya boleh dipentaskan untuk menghibur keturunan raja pada saat itu.
Tarian ini sangat unik kelihatannya dengan berbagai gerakan tangan dan hentakan kaki ke lantai/tanah yang menimbulkan suara serentak sekaligus kelincahan mempergunakan alat perang-perangan yang dibuat dari kayu/bambu.
Penampilannya yang terdiri dari landok, kedidi, kedayung, sembar kelukai dan permainan pedang.***
Sejarah Versi Kedua
Sebelum Belanda datang ke daerah Kluet, sekitar abad ke-17 datanglah penduduk dari luar daerah diantaranya dari Batak Karo, Aceh (Pasai), Minang Kabau dan ada juga dari Palembang.
Mereka datang ke daerah Kluet ini selain mengubah nasib juga membawa kebudayaan mereka masing-masing terutama kesenian daerahnya.
Dalam mengadakan pertunjukan, di antara mereka terjadi perselisihan karena pertunjukan yang mereka bawa bertentangan dengan kesenian asli daerah Kluet.
Konon menurut beberapa penutur di daerah Kluet mengatakan tarian Landok Sampot mulanya dari latihan perang-perangan dengan menggunakan pedang yang dibuat dari sepotong bambu yang disebut sampot.
Selanjutnya permainan ini lama kelamaan berubah menjadi sebuah tarian. Tarian Landok Sampot merupakan suatu tarian kebesaran yang ditampilkan khusus pada upacara raja-raja yang dilakukan oleh bangsawan saja atau dengan kata lain hanya boleh dipentaskan untuk menghibur keturunan raja pada saat itu.
Tarian ini sangat unik kelihatannya dengan berbagai gerakan tangan dan hentakan kaki ke lantai/tanah yang menimbulkan suara serentak sekaligus kelincahan mempergunakan alat perang-perangan yang dibuat dari kayu/bambu.
Penampilannya yang terdiri dari landok, kedidi, kedayung, sembar kelukai dan permainan pedang.***
** Sejarah ini masih rancu dan simpang siur, jika pembaca mengetahui lebih banyak dari tulisan ini mohon share kan ke : redaksi.kluetmedia@gmail.com