JAKARTA - Pakar pendidikan Alpha Amirrachman, PhD minta agar sistem pendidikan di Indonesia dapat direformasi, karena ada kecendrungan sistem pendidikan di Indonesia mengadopsi berbagai metode dari berbagai negara yang dinilai bertentangan dengan nilai-nilai bangsa baik kultural maupun geografis.
"Dari studi saya di beberapa daerah di Indonesia, model pendidikan yang diterapkan masih mengedepankan pengulangan dan hafalan serta seremonial. Belum ada sistem yang benar-benar membentuk karakter ke-Indonesiaan," kata Alpha yang menempuh pendidikan doktoral di salah satu universitas terkemuka negeri Belanda dalam diskusi bulanan Indonesia Maritime Institute (IMI) "Bentang Bahari Baharu" di Jakarta Pusat, kemarin.
Keterangan tertulis Humas IMI di Jakarta, Kamis, menyebutkan, diskusi tersebut juga menghadirkan pembicara Dr Lily Tjahjandary, MSc, pakar budaya dari UI yang juga dewan pakar IMI. Diskusi tersebut dihadiri berbagai kalangan baik aktivis mahasiswa, media dan lain sebagainya.
Sebelum diskusi tersebut dimulai, diawali pemutaran film dokumenter garapan Alpha Amirrachman yang disunting KITLV (Institute of Southeast and Caribbean Studies), dengan mengambil delapan tempat di wilayah pesisir Indonesia, berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut.
Lily menyampaikan bahwa sudah saatnya sistem pendidikan dibenahi dan disesuaikan dengan karakter Indonesia, jangan hanya mengedepankan format-format yang membuat anak-anak didik sebagai sosok yang tidak mampu berbuat sesuatu.
"Dalam dunia pendidikan jangan mengabaikan kebudayaan yang lahir dari bangsa ini, karena kultur kita sangat jauh berbeda dengan negara-negara lain," katanya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif IMI, Dr Y Paonganan menyampaikan bahwa sebelum membenahi sistem pendidikan, terlebih dahulu menentukan arah tujuan sesunguhnya pendidikan nasional serta harus melihat kondisi realitas dan latar belakang peradaban bangsa ini sebagai bangsa maritim. "Setelah itu baru merancang grand design sistem pendidikan yang akan membawa bangsa ini menjadi sebuah bangsa yang besar," ujarnya.
Disamping itu, lanjut Ongen (biasa disapa), bahawa pendidikan jangan hanya dikaitkan dengan politik anggaran, tapi juga bagaimana politik pendidikan menjadi landasan dalam mengalokasikan anggaran dengan sasaram yang tepat.
"Jangan sampai anggaran 20 persen APBN untuk pendidikan hanya digunakan untuk hal-hal yang tidak substansi," katanya. (de)
"Dari studi saya di beberapa daerah di Indonesia, model pendidikan yang diterapkan masih mengedepankan pengulangan dan hafalan serta seremonial. Belum ada sistem yang benar-benar membentuk karakter ke-Indonesiaan," kata Alpha yang menempuh pendidikan doktoral di salah satu universitas terkemuka negeri Belanda dalam diskusi bulanan Indonesia Maritime Institute (IMI) "Bentang Bahari Baharu" di Jakarta Pusat, kemarin.
Keterangan tertulis Humas IMI di Jakarta, Kamis, menyebutkan, diskusi tersebut juga menghadirkan pembicara Dr Lily Tjahjandary, MSc, pakar budaya dari UI yang juga dewan pakar IMI. Diskusi tersebut dihadiri berbagai kalangan baik aktivis mahasiswa, media dan lain sebagainya.
Sebelum diskusi tersebut dimulai, diawali pemutaran film dokumenter garapan Alpha Amirrachman yang disunting KITLV (Institute of Southeast and Caribbean Studies), dengan mengambil delapan tempat di wilayah pesisir Indonesia, berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut.
Lily menyampaikan bahwa sudah saatnya sistem pendidikan dibenahi dan disesuaikan dengan karakter Indonesia, jangan hanya mengedepankan format-format yang membuat anak-anak didik sebagai sosok yang tidak mampu berbuat sesuatu.
"Dalam dunia pendidikan jangan mengabaikan kebudayaan yang lahir dari bangsa ini, karena kultur kita sangat jauh berbeda dengan negara-negara lain," katanya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif IMI, Dr Y Paonganan menyampaikan bahwa sebelum membenahi sistem pendidikan, terlebih dahulu menentukan arah tujuan sesunguhnya pendidikan nasional serta harus melihat kondisi realitas dan latar belakang peradaban bangsa ini sebagai bangsa maritim. "Setelah itu baru merancang grand design sistem pendidikan yang akan membawa bangsa ini menjadi sebuah bangsa yang besar," ujarnya.
Disamping itu, lanjut Ongen (biasa disapa), bahawa pendidikan jangan hanya dikaitkan dengan politik anggaran, tapi juga bagaimana politik pendidikan menjadi landasan dalam mengalokasikan anggaran dengan sasaram yang tepat.
"Jangan sampai anggaran 20 persen APBN untuk pendidikan hanya digunakan untuk hal-hal yang tidak substansi," katanya. (de)