TAPAKTUAN - Ketua DPRK Aceh Selatan, Safiron, di nilai tidak memahami aturan dan kurang mendapat suplai informasi yang lengkap dan akurat serta asal bunyi (asbun) dalam memberikan pernyataan kepada publik.
Hal itu terbukti dari pernyataannya dalam konfrensi pers dengan wartawan di Gedung DPRK Tapaktuan, akhir pekan lalu, yang kembali menyebutkan bahwa alasan pihaknya belum bersedia menandatangani surat usulan pengesahan Bupati dan wakil bupati terpilih untuk diteruskan ke Mendagri melalui Gubernur Aceh, karena belum ada putusan inkrah dari PTUN Banda Aceh terkait gugatan yang diajukan oleh salah satu bakal calon (balon) bupati/wakil bupati Aceh Selatan.
Padahal, terkait dengan persoalan itu telah terjawab secara jelas (clear), dengan telah keluarnya putusan inkrah dari Mahkamah Konstitusi (MK) RI terhadap gugatan yang di ajukan oleh pasangan calon bupati/wakil bupati Aceh Selatan nomor urut 2 dan 5 serta satu pasangan bakal calon bupati/wakil bupati, Drs Zulkarnaini M Si/Drs Irwan Yuni M Kes.
“Jika oknum Ketua Dewan Aceh Selatan tersebut mengerti hukum, seharusnya dia faham bahwa keputusan lembaga peradilan tertinggi secara otomatis mengalahkan lembaga peradilan yang lebih rendah, apalagi materi gugatan yang diajukan ke PTUN oleh salah satu bakal calon bupati tersebut, materi gugatan yang sama juga di ajukan ke MK RI dimana putusan inkrahnya telah keluar,” kata H Buyong Medan, salah seorang tokoh masyarakat Kluet Utara Aceh Selatan kepada wartawan di Tapaktuan, Minggu (17/3) menanggapi pernyataan ketua dewan setempat.
Ia menegaskan bahwa, lembaga peradilan tertinggi yang berwenang mengadili terkait sengketa Pilkada adalah Mahkamah Konstitusi (MK) RI bukan PTUN. “Oleh sebab itu, saya meminta kepada saudara Ketua DPRK Aceh Selatan, tolong hormati putusan MK yang telah final dan telah berkekuatan hukum tetap, kenapa lembaga dewan masih juga membuat penafsiran lain-lain? DPRK janganlah terus-terusan melakukan politik dagang sapi dan membodoh-bodohi rakyat, sebab masyarakat Aceh Selatan sudah capek melihat dan menonton suguhan politik busuk atau kotor seperti yang sedang di lakonkan oleh beberapa oknum wakil rakyat tersebut,” tegas Buyong Medan.
Apalagi, ujar Buyong Medan, terkait langkah DPRK Aceh Selatan yang menyurati Mendagri melalui Gubernur Aceh menyikapi telah keluarnya Putusan sela PTUN Banda Aceh, dengan tegas surat itu telah dijawab oleh Mendagri dalam suratnya Nomor : 270/1049/OTDA perihal penetapan PTUN Banda Aceh Nomor : 20/G/2012/PTUN-BNA tanggal 18 Februari 2013 yang di tujukan kepada Gubernur Aceh di Banda Aceh.
Dalam surat yang di tandatangani oleh Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri, Prof.Dr.H.Djohermansyah Djohan, MA di sebutkan bahwa sehubungan dengan surat Nomor : 270/6708 tanggal 5 Februari 2013 perihal mohon petunjuk atas penetapan PTUN Banda Aceh Nomor : 20/G/2012/PTUN-BNA, bahwa berdasarkan Pasal 10 ayat (3) UU No 15 Tahun 2011 tugas dan wewenang KPU Kabupaten/Kota antara lain mengkoordinasikan, menyelenggarakan dan mengendalikan semua tahapan penyelenggaraan pemilihan Bupati/walikota berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dengan memperhatikan pedoman dari KPU dan/atau KPU Provinsi. (HEN)
Hal itu terbukti dari pernyataannya dalam konfrensi pers dengan wartawan di Gedung DPRK Tapaktuan, akhir pekan lalu, yang kembali menyebutkan bahwa alasan pihaknya belum bersedia menandatangani surat usulan pengesahan Bupati dan wakil bupati terpilih untuk diteruskan ke Mendagri melalui Gubernur Aceh, karena belum ada putusan inkrah dari PTUN Banda Aceh terkait gugatan yang diajukan oleh salah satu bakal calon (balon) bupati/wakil bupati Aceh Selatan.
Padahal, terkait dengan persoalan itu telah terjawab secara jelas (clear), dengan telah keluarnya putusan inkrah dari Mahkamah Konstitusi (MK) RI terhadap gugatan yang di ajukan oleh pasangan calon bupati/wakil bupati Aceh Selatan nomor urut 2 dan 5 serta satu pasangan bakal calon bupati/wakil bupati, Drs Zulkarnaini M Si/Drs Irwan Yuni M Kes.
“Jika oknum Ketua Dewan Aceh Selatan tersebut mengerti hukum, seharusnya dia faham bahwa keputusan lembaga peradilan tertinggi secara otomatis mengalahkan lembaga peradilan yang lebih rendah, apalagi materi gugatan yang diajukan ke PTUN oleh salah satu bakal calon bupati tersebut, materi gugatan yang sama juga di ajukan ke MK RI dimana putusan inkrahnya telah keluar,” kata H Buyong Medan, salah seorang tokoh masyarakat Kluet Utara Aceh Selatan kepada wartawan di Tapaktuan, Minggu (17/3) menanggapi pernyataan ketua dewan setempat.
Ia menegaskan bahwa, lembaga peradilan tertinggi yang berwenang mengadili terkait sengketa Pilkada adalah Mahkamah Konstitusi (MK) RI bukan PTUN. “Oleh sebab itu, saya meminta kepada saudara Ketua DPRK Aceh Selatan, tolong hormati putusan MK yang telah final dan telah berkekuatan hukum tetap, kenapa lembaga dewan masih juga membuat penafsiran lain-lain? DPRK janganlah terus-terusan melakukan politik dagang sapi dan membodoh-bodohi rakyat, sebab masyarakat Aceh Selatan sudah capek melihat dan menonton suguhan politik busuk atau kotor seperti yang sedang di lakonkan oleh beberapa oknum wakil rakyat tersebut,” tegas Buyong Medan.
Apalagi, ujar Buyong Medan, terkait langkah DPRK Aceh Selatan yang menyurati Mendagri melalui Gubernur Aceh menyikapi telah keluarnya Putusan sela PTUN Banda Aceh, dengan tegas surat itu telah dijawab oleh Mendagri dalam suratnya Nomor : 270/1049/OTDA perihal penetapan PTUN Banda Aceh Nomor : 20/G/2012/PTUN-BNA tanggal 18 Februari 2013 yang di tujukan kepada Gubernur Aceh di Banda Aceh.
Dalam surat yang di tandatangani oleh Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri, Prof.Dr.H.Djohermansyah Djohan, MA di sebutkan bahwa sehubungan dengan surat Nomor : 270/6708 tanggal 5 Februari 2013 perihal mohon petunjuk atas penetapan PTUN Banda Aceh Nomor : 20/G/2012/PTUN-BNA, bahwa berdasarkan Pasal 10 ayat (3) UU No 15 Tahun 2011 tugas dan wewenang KPU Kabupaten/Kota antara lain mengkoordinasikan, menyelenggarakan dan mengendalikan semua tahapan penyelenggaraan pemilihan Bupati/walikota berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dengan memperhatikan pedoman dari KPU dan/atau KPU Provinsi. (HEN)