TAPAKTUAN - Pakar Hukum Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Banda Aceh, M Jafar SH M Hum menyatakan, DPRK Aceh Selatan tidak dapat menunda pengusulan pengesahan pengangkatan Bupati/wakil bupati terpilih hasil Pilkada 2012/2013.
Sejumlah dasar hukum menyatakan pengusulan calon terpilih oleh DPRK ke Mendagri melalui Gubernur hanya proses administratif yang harus dilalui, tanpa menghambat hal yang substantif yaitu tersedianya bupati/wakil bupati yang definitif.
“Setelah terbitnya putusan MK, maka semua persoalan hukum terkait Pilkada Aceh Selatan dengan sendirinya atau secara otomatis telah selesai. Termasuk jika ada proses gugatan di PTUN Banda Aceh,” kata M Jafar SH M Hum menjawab konfirmasi wartawan di Banda Aceh, Sabtu (16/3).
Dosen fakultas hukum Unsyiah yang juga mantan Ketua KIP Aceh ini diminta tanggapannya, terkait telah terjadinya silang pendapat antar sesama anggota DPRK Aceh Selatan tentang pengusulan pengesahan pengangkatan bupati/wakil bupati terpilih periode 2013-2018.
Jafar menyebutkan, tugas dan kewenangan DPRK hanya menyampaikan usulan pengesahan pengangkatan bupati/wakil bupati terpilih kepada Mendagri melalui Gubernur. Penetapan tersebut didasarkan pada penetapan berita acara hasil pemilihan yang di terima DPRK dari KIP setempat.
“Apakah dalam pelaksanaan Pilkada itu masih ada persoalan hukum dan upaya hukum itu, bukan merupakan kewenangan DPRK untuk mempertimbangkannya atau melakukan pengkajian. Yang penting bagi DPRK adalah hasil pemilihan bupati/wakil bupati terpilih telah di tetapkan baik oleh KIP maupun oleh MK RI,” ujarnya.
Jafar menjelaskan, pengusulan bupati/wakil bupati terpilih oleh DPRK merupakan proses administratif, yang dilalui dalam pengesahan pengangkatan bupati/wakil bupati terpilih. Apabila proses ini tidak dilakukan, maka Mendagri dapat melakukan pengangkatan Bupati/wakil bupati terpilih berdasarkan usulan dari KIP melalui Gubernur.
“DPRK itu hanya sebagai perantara atau lembaga yang meneruskan usulan dari KIP kepada Mendagri melalui Gubernur. Proses administratif oleh DPRK tidak boleh menghambat atau membatalkan hal yang substantif, yaitu tersedianya bupati/wakil bupati yang definitif,” katanya.
Oleh sebab itu, kata Jafar, Gubernur Aceh tidak perlu ragu meneruskan usulan tersebut kepada Mendagri karena persyaratannya telah terpenuhi, sebab jika persoalan itu dibiarkan terus berlarut-larut dapat berimbas kepada terganggunya roda pemerintahan dan merugikan rakyat Aceh Selatan,” pungkasnya. (HEN)
Sejumlah dasar hukum menyatakan pengusulan calon terpilih oleh DPRK ke Mendagri melalui Gubernur hanya proses administratif yang harus dilalui, tanpa menghambat hal yang substantif yaitu tersedianya bupati/wakil bupati yang definitif.
“Setelah terbitnya putusan MK, maka semua persoalan hukum terkait Pilkada Aceh Selatan dengan sendirinya atau secara otomatis telah selesai. Termasuk jika ada proses gugatan di PTUN Banda Aceh,” kata M Jafar SH M Hum menjawab konfirmasi wartawan di Banda Aceh, Sabtu (16/3).
Dosen fakultas hukum Unsyiah yang juga mantan Ketua KIP Aceh ini diminta tanggapannya, terkait telah terjadinya silang pendapat antar sesama anggota DPRK Aceh Selatan tentang pengusulan pengesahan pengangkatan bupati/wakil bupati terpilih periode 2013-2018.
Jafar menyebutkan, tugas dan kewenangan DPRK hanya menyampaikan usulan pengesahan pengangkatan bupati/wakil bupati terpilih kepada Mendagri melalui Gubernur. Penetapan tersebut didasarkan pada penetapan berita acara hasil pemilihan yang di terima DPRK dari KIP setempat.
“Apakah dalam pelaksanaan Pilkada itu masih ada persoalan hukum dan upaya hukum itu, bukan merupakan kewenangan DPRK untuk mempertimbangkannya atau melakukan pengkajian. Yang penting bagi DPRK adalah hasil pemilihan bupati/wakil bupati terpilih telah di tetapkan baik oleh KIP maupun oleh MK RI,” ujarnya.
Jafar menjelaskan, pengusulan bupati/wakil bupati terpilih oleh DPRK merupakan proses administratif, yang dilalui dalam pengesahan pengangkatan bupati/wakil bupati terpilih. Apabila proses ini tidak dilakukan, maka Mendagri dapat melakukan pengangkatan Bupati/wakil bupati terpilih berdasarkan usulan dari KIP melalui Gubernur.
“DPRK itu hanya sebagai perantara atau lembaga yang meneruskan usulan dari KIP kepada Mendagri melalui Gubernur. Proses administratif oleh DPRK tidak boleh menghambat atau membatalkan hal yang substantif, yaitu tersedianya bupati/wakil bupati yang definitif,” katanya.
Oleh sebab itu, kata Jafar, Gubernur Aceh tidak perlu ragu meneruskan usulan tersebut kepada Mendagri karena persyaratannya telah terpenuhi, sebab jika persoalan itu dibiarkan terus berlarut-larut dapat berimbas kepada terganggunya roda pemerintahan dan merugikan rakyat Aceh Selatan,” pungkasnya. (HEN)