PENDIDIKAN kerap dianggap remeh. Dlihat dari indikator besaran anggaran yang dialokasikan dalam APBN, sungguh para politisi kita telah gagal. Barulah beberapa tahun terakhir saja, anggaran pendidikan nasional mencapai 20 persen. Sayangnya masih banyak penyimpangan anggaran dan bersifat salah kelola. Maka diperlukan suatu rambu dan control yang jelas.
Khusus provinsi Aceh, acuan kerja (control) itu telah tertuang dalam Renstra Pendidikan Aceh (2007-2012). Dan itu sudah ditetapkan surat keputusan Gubernur Aceh, Tahun 2007 lalu. Strategi pokoknya mencakup Pemerataan dan Perluasan Kesempatan Pendidikan, Peningkatan Kualitas, Relevansi dan Efisiensi, Penguatan Tata Kelola, Akuntabilitas dan Citra, dan terakhir Pengembangan Sistem Pendidikan Berbasis Nilai Islami
Renstranya jelas, maka menurut saya kritik terhadap arah kebijakan pendidikan Aceh kurang tepat jika yang dimaksudkan adalah desain dan arah kebijakan pendidikan. Malahan Prof. Bambang Sudibyo, Mendiknas menilai bahwa Renstra Pendidikan Aceh itu sudah selaras dengan Renstra Pendidikan Nasional dan memenuhi rekomendasi UNESCO untuk Education For All. Seharusnya kritik diarahkan pada bagaimana rencana strategis itu diimplementasikan secara efektif dan efisien, agar sasaran yang mau dicapai dapat lebih optimal, memiliki out-put dan out-comes pendidikan Aceh yang dapat dipertanggungjawabkan.
Mengacu pada empat strategis pendidikan Aceh, harus dijabarkan secara konkrit. Misal, tentang strategi Perluasan Kesempatan dan Pemerataan Pendidikan sudah dilaksanakan, apakah ini masih perlu ada tidak dengan berpedoman pada indikasi statistik dari performance indicator 2008. Begitu juga Strategi Prioritas Peningkatan Mutu Pendidikan yang telah direncanakan meliputi penghargaan kepada tenaga kependidikan, melengkapi sarana pendukung, mengefektifkan pembinaan gugus dan MGMP, mengembangkan sekolah percontohan, menumbuhkan minat keilmuan siswa, meningkatkan life skill education melalui SMK, dan dukungan kepada kegiatan penelitian yang membantu penyusunan program pendidikan; apakah sudah dituangkan dalam rencana aksi secara tepat dan proporsional oleh lembaga Dinas Pendidikan Aceh?
Sudahkah seluruh kerangka kebijakan strategis dan porioritas ini dielaborasi ke dalam rencana aksi (plan of actions) dari masing masing satuan kerja, baik yang bersifat jenjang struktural, maupun rentang fungsional yang ada? Apakah desain anggaran yang diajukan telah mengacu kepada desian rencana strategis dan prioritas program ini?
Sejumlah diskusi dan seminar sering digelar. Sejogianya rumusan itu bisa dirumuskan secara konkrit dalam dan dimplemntasikan. Misal, tentang penerapan strategi pendidikan berbasis nilai nilai islami, seperti mewajibkan mampu membaca Alquran, dorongan melaksanakan shalat tepat waktu dapat dikatagorikan sebagai pewujudan nilai islami dalam pendidikan. Terciptanya perilaku jujur, disiplin, suka menolong, ikhlas berbuat, suka berderma, hormat kepada yang lebih tua, suka menyerukan kebajikan, dan menghindar dari perbuatan tercela. Apakah ini sudah dijadikan sasaran yang mau dicapai dalam interaksi belajar mengajar di kelas?
Sebagai suatu system yang strategis, dunia pendidikan memiliki banyak stake-holder yang berkepentingan. Murid atau siswa adalah pihak yang paling memiliki posisi sentral, di samping guru, orangtua, masyarakat, pemerintah, lembaga pemberi kerja, bursa tenaga kerja, jenjang lembaga pendidikan yang lebih tinggi sebagai tempat kelanjutan belajar, para professional dan dunia keilmuan, perguruan tinggi dan lainnya. Maka beban dan tangung jawab pendidikan pun sejogiyanya dibagi kepada setiap stake holder sesuai dengan kapasitas dan otoritas masing-masing. Sudah entu Dinas Pendidikan merupakan lembaga yang mendapat porsi paling besar. Untuk itu perlu ada partisipasi korektif, kritis, di samping saran dan usul konstruktif, dukungan finasial, politik dan kebijakan yang tepat dan strategis.
Ingat! Betapa pun lengkapnya suatu rentsta, pasti akan dimakan waktu jika tidak ada langkah konkrit. Karena perlu meng-up-date melalui mekananisme revisi. Kritik terhadap kebijakan dilakukan secara berkala, tanpa interest pribadi, dan perbedaan kepentingan sehingga menciptakan satu kondisi yang kondusif. Para akademisi perlu lebih aktif member konstribusi untuk mendorong tercapainya harapan harapan pendidikan Aceh yang lebih baik dan bermartabat.
* Penulis adalah lektor pada FKIP Unsyiah, Wakil Ketua ISPI dan pengurus MPD Aceh, Ketua Dewan Pembina The Aceh Cultural Institute (ACI).
Khusus provinsi Aceh, acuan kerja (control) itu telah tertuang dalam Renstra Pendidikan Aceh (2007-2012). Dan itu sudah ditetapkan surat keputusan Gubernur Aceh, Tahun 2007 lalu. Strategi pokoknya mencakup Pemerataan dan Perluasan Kesempatan Pendidikan, Peningkatan Kualitas, Relevansi dan Efisiensi, Penguatan Tata Kelola, Akuntabilitas dan Citra, dan terakhir Pengembangan Sistem Pendidikan Berbasis Nilai Islami
Renstranya jelas, maka menurut saya kritik terhadap arah kebijakan pendidikan Aceh kurang tepat jika yang dimaksudkan adalah desain dan arah kebijakan pendidikan. Malahan Prof. Bambang Sudibyo, Mendiknas menilai bahwa Renstra Pendidikan Aceh itu sudah selaras dengan Renstra Pendidikan Nasional dan memenuhi rekomendasi UNESCO untuk Education For All. Seharusnya kritik diarahkan pada bagaimana rencana strategis itu diimplementasikan secara efektif dan efisien, agar sasaran yang mau dicapai dapat lebih optimal, memiliki out-put dan out-comes pendidikan Aceh yang dapat dipertanggungjawabkan.
Mengacu pada empat strategis pendidikan Aceh, harus dijabarkan secara konkrit. Misal, tentang strategi Perluasan Kesempatan dan Pemerataan Pendidikan sudah dilaksanakan, apakah ini masih perlu ada tidak dengan berpedoman pada indikasi statistik dari performance indicator 2008. Begitu juga Strategi Prioritas Peningkatan Mutu Pendidikan yang telah direncanakan meliputi penghargaan kepada tenaga kependidikan, melengkapi sarana pendukung, mengefektifkan pembinaan gugus dan MGMP, mengembangkan sekolah percontohan, menumbuhkan minat keilmuan siswa, meningkatkan life skill education melalui SMK, dan dukungan kepada kegiatan penelitian yang membantu penyusunan program pendidikan; apakah sudah dituangkan dalam rencana aksi secara tepat dan proporsional oleh lembaga Dinas Pendidikan Aceh?
Sudahkah seluruh kerangka kebijakan strategis dan porioritas ini dielaborasi ke dalam rencana aksi (plan of actions) dari masing masing satuan kerja, baik yang bersifat jenjang struktural, maupun rentang fungsional yang ada? Apakah desain anggaran yang diajukan telah mengacu kepada desian rencana strategis dan prioritas program ini?
Sejumlah diskusi dan seminar sering digelar. Sejogianya rumusan itu bisa dirumuskan secara konkrit dalam dan dimplemntasikan. Misal, tentang penerapan strategi pendidikan berbasis nilai nilai islami, seperti mewajibkan mampu membaca Alquran, dorongan melaksanakan shalat tepat waktu dapat dikatagorikan sebagai pewujudan nilai islami dalam pendidikan. Terciptanya perilaku jujur, disiplin, suka menolong, ikhlas berbuat, suka berderma, hormat kepada yang lebih tua, suka menyerukan kebajikan, dan menghindar dari perbuatan tercela. Apakah ini sudah dijadikan sasaran yang mau dicapai dalam interaksi belajar mengajar di kelas?
Sebagai suatu system yang strategis, dunia pendidikan memiliki banyak stake-holder yang berkepentingan. Murid atau siswa adalah pihak yang paling memiliki posisi sentral, di samping guru, orangtua, masyarakat, pemerintah, lembaga pemberi kerja, bursa tenaga kerja, jenjang lembaga pendidikan yang lebih tinggi sebagai tempat kelanjutan belajar, para professional dan dunia keilmuan, perguruan tinggi dan lainnya. Maka beban dan tangung jawab pendidikan pun sejogiyanya dibagi kepada setiap stake holder sesuai dengan kapasitas dan otoritas masing-masing. Sudah entu Dinas Pendidikan merupakan lembaga yang mendapat porsi paling besar. Untuk itu perlu ada partisipasi korektif, kritis, di samping saran dan usul konstruktif, dukungan finasial, politik dan kebijakan yang tepat dan strategis.
Ingat! Betapa pun lengkapnya suatu rentsta, pasti akan dimakan waktu jika tidak ada langkah konkrit. Karena perlu meng-up-date melalui mekananisme revisi. Kritik terhadap kebijakan dilakukan secara berkala, tanpa interest pribadi, dan perbedaan kepentingan sehingga menciptakan satu kondisi yang kondusif. Para akademisi perlu lebih aktif member konstribusi untuk mendorong tercapainya harapan harapan pendidikan Aceh yang lebih baik dan bermartabat.
* Penulis adalah lektor pada FKIP Unsyiah, Wakil Ketua ISPI dan pengurus MPD Aceh, Ketua Dewan Pembina The Aceh Cultural Institute (ACI).