JAKARTA - Sejumlah organisasi guru seperti Federasi serikat guru Indonesia (FSGI) dan Federasi Guru Independen Indonesia (FGII) menganggap hasil ujian nasional (UN) SMA/MA dengan tingkat kelulusan siswa mencapai 99,42 persen bukan sesuatu yang mengejutkan.
"Hasil UN ini bagi FSGI bukan hal yang mengejutkan. Ini upaya meredam kemarahan masyarakat akibat kisruhnya penyelenggaraan UN 2013. Kayaknya mau diluluskan 100 persen," kata Sekjen FSGI, Retno Listyarti, Kamis (23/5).
Bagi FSGI, katanya, UN ini dianalogikan sebagai alat ukur "termometer rusak", alat ini tidak mengukur suhu tubuh yang sebenarnya. Artinya, UN tidak mengukur kualitas pendidikan indonesia yang sesungguhnya.
Sementara itu Sekjen FGII Iwan Hermawan menyebut sejak awal FGII sudah memprediksi tingkat kelulusan UN akan tinggi karena kelulusan UN ada kontribusi nilai sekolah sebesar 40 persem.
Dengan demikian sekolah-sekolah sudah antisipasi menjaga jangan sampai ada siswanya yang tidak lulus dengan memberi nilai yang sangat tinggi sehingga bila sekolah memberi nilai sekolah dengan angka 9 maka nilai UN 2.5 pun siswa akan lulus.
"Jadi hasil UN tidak dapat dijadikan standar karena terjadi subyektifitas pada nilai 40 persen dari sekolah," pungkasnya. (jpnn)
"Hasil UN ini bagi FSGI bukan hal yang mengejutkan. Ini upaya meredam kemarahan masyarakat akibat kisruhnya penyelenggaraan UN 2013. Kayaknya mau diluluskan 100 persen," kata Sekjen FSGI, Retno Listyarti, Kamis (23/5).
Bagi FSGI, katanya, UN ini dianalogikan sebagai alat ukur "termometer rusak", alat ini tidak mengukur suhu tubuh yang sebenarnya. Artinya, UN tidak mengukur kualitas pendidikan indonesia yang sesungguhnya.
Sementara itu Sekjen FGII Iwan Hermawan menyebut sejak awal FGII sudah memprediksi tingkat kelulusan UN akan tinggi karena kelulusan UN ada kontribusi nilai sekolah sebesar 40 persem.
Dengan demikian sekolah-sekolah sudah antisipasi menjaga jangan sampai ada siswanya yang tidak lulus dengan memberi nilai yang sangat tinggi sehingga bila sekolah memberi nilai sekolah dengan angka 9 maka nilai UN 2.5 pun siswa akan lulus.
"Jadi hasil UN tidak dapat dijadikan standar karena terjadi subyektifitas pada nilai 40 persen dari sekolah," pungkasnya. (jpnn)