KLUETMEDIA | JAKARTA - Pro dan kontra terkait penerapan kurikulum 2013 masih terus mencuat. Para anggota DPR yang sebelumnya berteriak lantang meminta Pemerintah menunda kurikulum baru ini, berubah melunak. Padahal, penerapan kurikulum ini tak lepas dari persetujuan yang diberikan DPR. Tak hanya tanggung jawab pemerintah.
Romo Benny, tokoh masyarakat yang peduli dengan pendidikan, mengatakan, DPR harus ikut bertanggung jawab dengan keputusan yang akan diambil. Sebab, selama ini sudah banyak aspirasi yang meminta DPR agar tak memberikan persetujuan dan menunda kurikulum baru.
"Kalau DPR setuju, maka jika ada masalah dengan kurikulum ini dan memunculkan dampak tidak baik, maka DPR juga wajib ikut tanggung jawab," kata Benny, saat jumpa pers di KWI Cikini, Jakarta, Senin (8/4/2013).
Beberapa waktu lalu, melalui Panitia Kerja (Panja) Kurikulum yang dibentuk oleh Komisi X DPR RI, sejumlah anggots DPR menyuarakan keberatan terhadap kurikulum baru. Ada beberapa alasan yang melatari keberatan itu, di antaranya, soal pengadaan buku, persiapan guru yang singkat, hingga masalah anggaran kurikulum yang berubah beberapa kali. Namun, seiring berjalannya waktu, para anggota legislatif ini mulai menunjukkan dukungan pada kurikulum baru yang rencananya akan diterapkan pertengahan Juli mendatang.
"Jika DPR menyetujuinya berarti sama saja aspirasi rakyat tidak didengar," ujar Benny.
Permintaan penundaan kurikulum baru ini dilandasi beberapa hal yaitu proses pembuatan kurikulum yang tanpa perencanaan matang dan tak ada evaluasi terhadap KTSP. Kedua, persiapan guru yang singkat berisiko kegagalan kurikulum baru. Ketiga, hilangnya beberapa mata pelajaran di kurikulum baru membuat para guru cemas akan kehilangan pekerjaan. Keempat, kompetensi dasar dan kompetensi inti yang saling bertolak belakang dan terakhir adalah konsep pendidikan yang disebut mengedepankan kreatifitas dan kemampuan nalar ini justru berdampak sebaliknya. (kompas)
Romo Benny, tokoh masyarakat yang peduli dengan pendidikan, mengatakan, DPR harus ikut bertanggung jawab dengan keputusan yang akan diambil. Sebab, selama ini sudah banyak aspirasi yang meminta DPR agar tak memberikan persetujuan dan menunda kurikulum baru.
"Kalau DPR setuju, maka jika ada masalah dengan kurikulum ini dan memunculkan dampak tidak baik, maka DPR juga wajib ikut tanggung jawab," kata Benny, saat jumpa pers di KWI Cikini, Jakarta, Senin (8/4/2013).
Beberapa waktu lalu, melalui Panitia Kerja (Panja) Kurikulum yang dibentuk oleh Komisi X DPR RI, sejumlah anggots DPR menyuarakan keberatan terhadap kurikulum baru. Ada beberapa alasan yang melatari keberatan itu, di antaranya, soal pengadaan buku, persiapan guru yang singkat, hingga masalah anggaran kurikulum yang berubah beberapa kali. Namun, seiring berjalannya waktu, para anggota legislatif ini mulai menunjukkan dukungan pada kurikulum baru yang rencananya akan diterapkan pertengahan Juli mendatang.
"Jika DPR menyetujuinya berarti sama saja aspirasi rakyat tidak didengar," ujar Benny.
Permintaan penundaan kurikulum baru ini dilandasi beberapa hal yaitu proses pembuatan kurikulum yang tanpa perencanaan matang dan tak ada evaluasi terhadap KTSP. Kedua, persiapan guru yang singkat berisiko kegagalan kurikulum baru. Ketiga, hilangnya beberapa mata pelajaran di kurikulum baru membuat para guru cemas akan kehilangan pekerjaan. Keempat, kompetensi dasar dan kompetensi inti yang saling bertolak belakang dan terakhir adalah konsep pendidikan yang disebut mengedepankan kreatifitas dan kemampuan nalar ini justru berdampak sebaliknya. (kompas)