BANDA ACEH - Pemerintah Aceh diminta memasukkan kurikulum siaga bencana. Pasalnya daerah ini sangat rawan akan bencana dan perlu pemahaman sejak dini. Hal demikian seperti dikemukakan oleh M. Dirhamsyah, Direktur TDMRC. Senin (4/3) , TDMRC melaksanakan simulasi siaga bencana gempa dan kebakaran di SDN 17 Banda Aceh. Sekolah tersebut menjadi salah satu sekolah siaga bencana.
“Program ini merupakan upaya kesiapsiagaan sekolah, yang dikembangkan untuk menggugah kesadaran pemangku kepentingan dalam kesiagaan bencana,” ujarnya.
Ia mengaku telah lama mengusulkan untuk memasukkan siaga bencana dalam kurikulum kepada Pemerintah Aceh. Sebanyak 35 sekolah telah didapingi oleh TMRC menjadi sekolah siaga bencana yang terdiri dari 25 Sekolah Dasar (SD), tujuh Sekolah Tingkat Menengah (SMP) dan tiga Sekolah Menengah Atas (SMA) yang berada dalam wilayah Kota Banda Aceh dan Aceh Besar.
Lebih dari 5.000 penerima manfaat langsung adalah guru, sekolah, komite dan masyarakat sekitar sekolah. Sebanyak 3000 ribu penerima manfaat tidak langsung adalah masyarakat secara luas.
Dalam praktek atau simulasi yang dilakukan kemarin, pembelajaran yang disampaikan kepada murid dan guru, adalah apa yang harus dilakukan untuk penanggulangan terjadinya bencana.
Hal tersebut merupakan pengalaman yang terjadi pada 11 April 2012 lalu, dimana masyarakat masih menujukkan kepanikan saat terjadi gempa dengan kekuatan 8,5 SR saat itu.
Selain itu juga terdapat Standart Operation Prosedure (SOP) yang akan menjadi acuan sekolah dalam bertindak bersamaan dengan pembuatan peta evakuasi dan jalur evakuasi.
Hal yang sama disampaikan oleh Illiza Sa’aduddin, Wakil Walikota Banda Aceh saat membuka acara sekolah Siaga Bencana di SDN 17 di Planggahan, Kecamatan Baitturahman Kota Banda Aceh. “Siaga bencana ini harus masuk ke kurikulum sekolah, karena Aceh berada di kawasan rawan bencana,” kata Illiza kepada wartawan.
Menurutnya pemerintah harus lebih memperhatikan agar ada kesiap siagaan masyarakat ketika bencana terjadi. “Ini adalah pilot projek, nantinya seluruh sekolah harus ada simulasi siaga bencana di seluruh Aceh,” ujarnya. (mag-45)
“Program ini merupakan upaya kesiapsiagaan sekolah, yang dikembangkan untuk menggugah kesadaran pemangku kepentingan dalam kesiagaan bencana,” ujarnya.
Ia mengaku telah lama mengusulkan untuk memasukkan siaga bencana dalam kurikulum kepada Pemerintah Aceh. Sebanyak 35 sekolah telah didapingi oleh TMRC menjadi sekolah siaga bencana yang terdiri dari 25 Sekolah Dasar (SD), tujuh Sekolah Tingkat Menengah (SMP) dan tiga Sekolah Menengah Atas (SMA) yang berada dalam wilayah Kota Banda Aceh dan Aceh Besar.
Lebih dari 5.000 penerima manfaat langsung adalah guru, sekolah, komite dan masyarakat sekitar sekolah. Sebanyak 3000 ribu penerima manfaat tidak langsung adalah masyarakat secara luas.
Dalam praktek atau simulasi yang dilakukan kemarin, pembelajaran yang disampaikan kepada murid dan guru, adalah apa yang harus dilakukan untuk penanggulangan terjadinya bencana.
Hal tersebut merupakan pengalaman yang terjadi pada 11 April 2012 lalu, dimana masyarakat masih menujukkan kepanikan saat terjadi gempa dengan kekuatan 8,5 SR saat itu.
Selain itu juga terdapat Standart Operation Prosedure (SOP) yang akan menjadi acuan sekolah dalam bertindak bersamaan dengan pembuatan peta evakuasi dan jalur evakuasi.
Hal yang sama disampaikan oleh Illiza Sa’aduddin, Wakil Walikota Banda Aceh saat membuka acara sekolah Siaga Bencana di SDN 17 di Planggahan, Kecamatan Baitturahman Kota Banda Aceh. “Siaga bencana ini harus masuk ke kurikulum sekolah, karena Aceh berada di kawasan rawan bencana,” kata Illiza kepada wartawan.
Menurutnya pemerintah harus lebih memperhatikan agar ada kesiap siagaan masyarakat ketika bencana terjadi. “Ini adalah pilot projek, nantinya seluruh sekolah harus ada simulasi siaga bencana di seluruh Aceh,” ujarnya. (mag-45)