sponsor

sponsor

Slider

LINTAS NANGGROE

LINTAS ACEH SELATAN

INFO GURU DAN CPNS

Pasang Iklan Murah Hanya Disini !

INFO PENDIDIKAN

LINTAS ARENA

R A G A M

INFO KAMPUS

Gallery

» » Anggaran DIPA Aceh Tidak Pro Rakyat

KLUET MEDIA | GUBERNUR Aceh menyerahkan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) 2013 ke instansi vertikal, jajaran Pemerintah Provinsi dan 23 kabupaten/kota di Aceh ini, pekan ini. Jumlahnya mencapai Rp. 31,457 triliun. Dari jumlah itu, senilai Rp14,182 trilun dialokasikan untuk kabupaten/kota.

Saat menyerahkannya, Gubernur Zaini Abdullah berharap, DIPA 2013 ini dijadikan sebagai pendorong atau stimulus pertumbuhan ekonomi Aceh secara inklusif, merata, dan mendorong perbaikan kapasitas fiskal Aceh dalam mewujudkan kemandirian anggaran daerah dalam pembangunan.

Dia juga menekankan agar anggaran ini dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk pembangunan dengan berlandaskan pada peningkatan kesejahteraan rakyat, menurunkan jumlah penduduk miskin, menekan pengangguran, dan menciptakan lapangan kerja. "Pastikan seluruh program harus tepat sasaran dan tepat guna dan tidak ada penyimpangan dalam penggunaannya," tegasnya.

Dalam beberapa tahun terakhir seiring perdamaian dan penerapan Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA), kucuran dana pembangunan di Aceh meningkat drastis. Salah satunya melalui dana otonomi khusus. Selama lima-enam tahun terakhir, jumlahnya diperkirakan tidak kurang dari Rp60 triliun.

Akan tetapi, dalam kurun itu, ternyata dampak pemanfaatannya terasa belum signifikan. Paling tidak gambaran ini bisa dilihat dari beberapa indikator makro perekonomian Aceh seperti diakui Zaini Abdullah sendiri dengan mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS). Saat ini, tingkat kemiskinan di Aceh mencapai 19,46 persen, jauh lebih tinggi di atas angka nasional yang hanya 11,5 persen. Demikian juga dengan angka pengangguran yang mencapai 9,10 persen.

Jika ditelisik, banyak penyebab mengapa limpahan dana itu seperti "menguap" tanpa mampu menekan kesulitan-kesulitan ekonomi yang ada seperti kemiskinan dan pengangguran. Di antaranya adalah alokasi anggaran daerah itu sendiri.

Selama ini, sebagaimana pernah diungkapkan Kementerian Dalam Negeri maupun hasil riset Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), baru-baru ini, anggaran daerah khususnya kabupaten/kota lebih banyak terserap untuk belanja pegawai. Persentasenya variatif. Rata-rata di atas 50 persen.

Bahkan, tiga kabupaten/kota di Aceh Kota Langsa, Bireuen, dan Aceh Barat Daya jumlah belanja pegawainya memakan 65-77 persen dari anggaran daerah. Kita juga yakin di kabupaten/kota lain di provinsi ini, persentasenya masih di kisaran 50-an persen.

Itu artinya, kabupaten/kota hanya menghabiskan anggaran untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri! Nyaris tidak tersisa lagi anggaran untuk melakukan pembangunan di daerah. Apalagi, untuk yang sifatnya mendesak seperti infrastruktur, kesehatan, pendidikan, atau stimulus ekonomi yang umumnya membutuhkan dana cukup besar.

Di sisi lain, kemandirian daerah dalam anggaran memang sangat rendah. Ini tercermin dari pendapatan asli daerah masing-masing. Umumnya wajah anggaran kabupaten/kota di Aceh adalah besarnya anggaran yang berasal dari pemerintah pusat dalam berbagai bentuk dan alokasi. Sementara, pendapatan sendiri cukup kecil. Bahkan, tak jarang, dari ratusan miliar jumlah pendapatan daerahnya untuk setahun anggaran, komposisi PAD cuma dalam hitungan belasan hingga puluhan miliar rupiah.

Kita berharap ironi anggaran yang terjadi di Aceh dalam beberapa tahun terakhir ini segera berakhir. Karena itu, dalam penyusunan anggaran daerah (APBD) masing-masing untuk 2013, kita benar-benar anggaran pro rakyat itu diwujudkan!

Pemerintah daerah, dalam hal ini legislatif dan yudikatif, harus mengingat sepenuhnya bahwa kegagalan pemanfaatan anggaran untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat akan berdampak sangat besar. Selama ini, mereka menjanjikan bahwa perdamaian menjadi prasyarat penting melakukan pembangunan dan keadilan anggaran menjadi stimulus menghapus kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan yang berharkat dan bermartabat.

Semua prasyarat penting tersebut telah terpenuhi. Tetapi, setelah beberapa tahun, kondisinya masih berupa ironi, jauh panggang dari api. Kita memang mencatat kemajuan-kemajuan yang ada. Tapi, sekali lagi, itu belum cukup dibandingkan masih besarnya kemiskinan dan pengangguran.

Jangan biarkan masyarakat terus hidup dalam kemiskinan. Jangan sampai rakyat pada akhirnya merasa dan berkesimpulan bahwa mereka selama ini hanya menjadi boneka saja. Bukan tujuan dan sasaran sejati pembangunan sebagaimana seharusnya! (AN/de)

Tulislah Pendapatmu tentang Artikel diatas.

«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama