Telapak kaki kanan tuan tapa di lereng gunung lampu, tapaktuan |
KLUETMEDIA | TAPAKTUAN - Lembaga Independen Bersih Aceh Selatan (Libas) siap membantu Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Aceh Selatan untuk mengembangkan objek-objek wisata, terutama yang terdapat di seputar kota Tapaktuan, ibukota kabupaten Aceh Selatan. Libas adalah sebuah lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang juga berkiprah di bidang lingkungan hidup dan kepariwisataan.
Ketua Libas, May Fendri, SE mengatakan, pengembangan objek wisata itu bertujuan untuk memanfaatkan potensi kepariwisataan di daerah itu yang selama ini nyaris tidak mampu dimanfaatkan meskipun disadari keberadaan objek-objek wisata tersebut bisa memberikan kontribusi bagi pendapatan asli daerah (PAD).
“Untuk itu kita siap bekerja sama dengan Pemkab, dalam hal ini adalah dinas pariwisata setempat,” kata May Fendri.
Menurut May Fendri, banyaknya korban yang jatuh di objek wisata “tapak” di Tapaktuan merupakan contoh ketidak mampuan dinas pariwisata mengelola objek wisata. Hingga kini telah banyak korban meninggal dunia maupun luka-luka saat berkunjung ke lokasi yang berada diujung Gunung Lampu, pusat Kota Tapaktuan.
“Mereka mendapat kecelakaan akibat disambar ombak besar yang sulit diperkirakan,” tambahnya.
Sejauh ini, dalam mengelola objek wisata telapak kaki raksasa yang membekas di hamparan batu ujung Gunung Lampu itu, dinas pariwisata hanya merintis jalan setapak ke lokasi tersebut dan selanjutnya membiarkan begitu saja. Tidak ada peringatan tanda berbahaya maupun pemandu yang seharusnya di tempatkan di lokasi itu untuk membimbing para pelancong. “Padahal lokasi tapak paling diminati, banyak pengunjung ke sana tanpa didampingi pemandu,” kata May Fendri.
Disebutkan, Libas saat ini telah mencoba membersihkan beberapa sudut di lokasi “tapak” dan selanjutnya akan mengusul ke pihak dinas pariwisata untuk melengkapi lokasi tersebut dengan berbagai kemudahan. Seperti titian-titian yang menghubungkan celah di antara batu-batu besar untuk mencapai “tapak”.
Dan sebelum mencapai tempat itu, ada baiknya para pengunjung diberi pemahaman-pemahaman menyangkut sepak terjang selama berada di lokasi tapak terkait hal-hal tabu sehubungan legenda kejadian telapak kaki raksasa yang merupakan bagian dari legenda Tuan Pertapa di zaman dulu kala.
Dari pantauan, keberadaan “tapak” merupakan satu dari sekian objek wisata menarik yang terdapat di sekitar Kota Tapaktuan. Namun rata-rata pengunjung luar daerah tidak mengetahui posisi lokasinya. Sehingga saat tiba di Tapaktuan para tamu daerah itu kebingungan sembari mencari informasi ke sana ke mari.
Penduduk setempat biasanya akan menunjukkan lokasi “tapak” di arah pelabuhan laut dengan jalan masuk lewat belakang kantor dinas PU setempat.
“Dari kecenderungan ini saja orang maklum, Pemkab memang tidak peduli terhadap keberadaan objek wisata yang memiliki potensi hebat di kota ini,” tegas May Fendri. (ma/anl)
Ketua Libas, May Fendri, SE mengatakan, pengembangan objek wisata itu bertujuan untuk memanfaatkan potensi kepariwisataan di daerah itu yang selama ini nyaris tidak mampu dimanfaatkan meskipun disadari keberadaan objek-objek wisata tersebut bisa memberikan kontribusi bagi pendapatan asli daerah (PAD).
“Untuk itu kita siap bekerja sama dengan Pemkab, dalam hal ini adalah dinas pariwisata setempat,” kata May Fendri.
Menurut May Fendri, banyaknya korban yang jatuh di objek wisata “tapak” di Tapaktuan merupakan contoh ketidak mampuan dinas pariwisata mengelola objek wisata. Hingga kini telah banyak korban meninggal dunia maupun luka-luka saat berkunjung ke lokasi yang berada diujung Gunung Lampu, pusat Kota Tapaktuan.
“Mereka mendapat kecelakaan akibat disambar ombak besar yang sulit diperkirakan,” tambahnya.
Sejauh ini, dalam mengelola objek wisata telapak kaki raksasa yang membekas di hamparan batu ujung Gunung Lampu itu, dinas pariwisata hanya merintis jalan setapak ke lokasi tersebut dan selanjutnya membiarkan begitu saja. Tidak ada peringatan tanda berbahaya maupun pemandu yang seharusnya di tempatkan di lokasi itu untuk membimbing para pelancong. “Padahal lokasi tapak paling diminati, banyak pengunjung ke sana tanpa didampingi pemandu,” kata May Fendri.
Disebutkan, Libas saat ini telah mencoba membersihkan beberapa sudut di lokasi “tapak” dan selanjutnya akan mengusul ke pihak dinas pariwisata untuk melengkapi lokasi tersebut dengan berbagai kemudahan. Seperti titian-titian yang menghubungkan celah di antara batu-batu besar untuk mencapai “tapak”.
Dan sebelum mencapai tempat itu, ada baiknya para pengunjung diberi pemahaman-pemahaman menyangkut sepak terjang selama berada di lokasi tapak terkait hal-hal tabu sehubungan legenda kejadian telapak kaki raksasa yang merupakan bagian dari legenda Tuan Pertapa di zaman dulu kala.
Dari pantauan, keberadaan “tapak” merupakan satu dari sekian objek wisata menarik yang terdapat di sekitar Kota Tapaktuan. Namun rata-rata pengunjung luar daerah tidak mengetahui posisi lokasinya. Sehingga saat tiba di Tapaktuan para tamu daerah itu kebingungan sembari mencari informasi ke sana ke mari.
Penduduk setempat biasanya akan menunjukkan lokasi “tapak” di arah pelabuhan laut dengan jalan masuk lewat belakang kantor dinas PU setempat.
“Dari kecenderungan ini saja orang maklum, Pemkab memang tidak peduli terhadap keberadaan objek wisata yang memiliki potensi hebat di kota ini,” tegas May Fendri. (ma/anl)