KLUETMEDIA | NASIONAL - Juru bicara Presiden, Julian Aldrin Pasha, mengatakan penggunaan bendera dan lambang Aceh yang mengadopsi milik Gerakan Aceh Merdeka bertentangan dengan semangat persatuan dan kesatuan negara Republik Indonesia.
Berdasarkan hasil peninjauan yang dilakukan pemerintah atas Qanun tersebut, menurut Pasha, Qanun itu dinyatakan tidak sejalan dengan peraturan pemerintah Nomor 77 tahun 2007 tentang lambang daerah. Peraturan tersebut menyebutkan bahwa desain lambang dan bendera daerah tidak boleh memiliki persamaan dengan organisasi terlarang atau gerakan separatis.
“Setelah pemerintah melakukan tinjauan berdasarkan peraturan pemerintan no.77 tahun 2007, yang juga merupakan penjabaran atau pelaksanaan dari Undang-undang pemerintahan Aceh sendiri, maka dianggap Qanun ini tidak sejalan dengan apa yang digariskan dalam peraturan pemerintah,” kata Julian Aldrin Pasha. “Berdasarkan ketentuan perundang-udangan kita tahu bilamana itu tidak sejalan itu bisa dibatalkan demi hukum. Presiden berhak untuk mencabut,” jelasnya.
Pemerintah Aceh dan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPR Aceh) tetap akan mempertahankan bendera bulan bintang dan lambang buraq singa sebagai bendera dan lambang Aceh. Hal tersebut diungkapkan Ketua Komisi A DPR Aceh, Adnan Beuransyah.
Menurutnya bendera dan lambang Aceh tersebut merupakan aspirasi dari masyarakat Aceh. Adnan mengatakan pemakaian simbol dan lambang GAM itu adalah bentuk komitmen untuk mengintegrsikan semua simbol dan lambang perjuangan dulu ke Negara Kesatuan Republik Indonesia.
“Kalau dikatakan separatis yang mana separatis, gerakan separatis mana? Apakah layak untuk saat ini pada Gerakan Aceh Merdeka yang telah berjasa, berdamai di Helsinki itu lalu dikatakan separatis. Saya kira tidak sesuai dengan azas perdamaian kalau itu yang dilakukan. Jadi ini suatu kesalahan,” kata Adnan Beuransyah.
Adnan menambahkan jika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membatalkan Qanun tersebut maka lanjutnya pihaknya akan mengajukan kasus ini ke Mahkamah Agung dan juga ke dunia internasional.
“Kami kan punya langkah-langkah juga kalau presiden mencabut, kami juga bisa ajukan kembali ke Mahkamah Agung. Bisa kami mendorong pihak ketiga untuk menengahi, membawa kasus ini ke dunia internasional, Helsinki. Jelas persoalan Aceh bukan persoalan internal Indonesia sudah menjadi permasalahan internasional,” papar dnan Beuransyah.
Kamis pekan lalu, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi menemui Gubernur Aceh dan DPR Aceh untuk meminta koreksi perihal Qanun nomor 3 terkait Bendera dan Lambang Aceh.
Sumber: http://www.voaindonesia.com
Berdasarkan hasil peninjauan yang dilakukan pemerintah atas Qanun tersebut, menurut Pasha, Qanun itu dinyatakan tidak sejalan dengan peraturan pemerintah Nomor 77 tahun 2007 tentang lambang daerah. Peraturan tersebut menyebutkan bahwa desain lambang dan bendera daerah tidak boleh memiliki persamaan dengan organisasi terlarang atau gerakan separatis.
“Setelah pemerintah melakukan tinjauan berdasarkan peraturan pemerintan no.77 tahun 2007, yang juga merupakan penjabaran atau pelaksanaan dari Undang-undang pemerintahan Aceh sendiri, maka dianggap Qanun ini tidak sejalan dengan apa yang digariskan dalam peraturan pemerintah,” kata Julian Aldrin Pasha. “Berdasarkan ketentuan perundang-udangan kita tahu bilamana itu tidak sejalan itu bisa dibatalkan demi hukum. Presiden berhak untuk mencabut,” jelasnya.
Pemerintah Aceh dan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPR Aceh) tetap akan mempertahankan bendera bulan bintang dan lambang buraq singa sebagai bendera dan lambang Aceh. Hal tersebut diungkapkan Ketua Komisi A DPR Aceh, Adnan Beuransyah.
Menurutnya bendera dan lambang Aceh tersebut merupakan aspirasi dari masyarakat Aceh. Adnan mengatakan pemakaian simbol dan lambang GAM itu adalah bentuk komitmen untuk mengintegrsikan semua simbol dan lambang perjuangan dulu ke Negara Kesatuan Republik Indonesia.
“Kalau dikatakan separatis yang mana separatis, gerakan separatis mana? Apakah layak untuk saat ini pada Gerakan Aceh Merdeka yang telah berjasa, berdamai di Helsinki itu lalu dikatakan separatis. Saya kira tidak sesuai dengan azas perdamaian kalau itu yang dilakukan. Jadi ini suatu kesalahan,” kata Adnan Beuransyah.
Adnan menambahkan jika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membatalkan Qanun tersebut maka lanjutnya pihaknya akan mengajukan kasus ini ke Mahkamah Agung dan juga ke dunia internasional.
“Kami kan punya langkah-langkah juga kalau presiden mencabut, kami juga bisa ajukan kembali ke Mahkamah Agung. Bisa kami mendorong pihak ketiga untuk menengahi, membawa kasus ini ke dunia internasional, Helsinki. Jelas persoalan Aceh bukan persoalan internal Indonesia sudah menjadi permasalahan internasional,” papar dnan Beuransyah.
Kamis pekan lalu, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi menemui Gubernur Aceh dan DPR Aceh untuk meminta koreksi perihal Qanun nomor 3 terkait Bendera dan Lambang Aceh.
Sumber: http://www.voaindonesia.com