PENDIDIKAN - Ujian kelulusan siswa sebaiknya dikembalikan ke sekolah, karena
pelaksanaan ujian nasional setiap tahun mengalami berbagai masalah, kata
pakar pendidikan dari Universitas Islam Indonesia Yogyakarta Hujair AH
Sanaky.
"Kebijakan itu lebih bisa mengukur kompetensi lulusan sekolah. Namun, pelaksanaan ujian sekolah harus dengan pengawasan yang tersistem dan terstandar, misalnya per-provinsi atau kabupaten/kota," katanya di Yogyakarta, Senin (22/4).
Hal itu, kata dia, perlu dilakukan karena pelaksanaan ujian nasional (UN) lebih banyak mengandung mudharat daripada maslahat, baik dari aspek finansial, efektivitas maupun efisiensi.
Menurut dia, sekarang perlu dipikirkan apa untungnya melaksanakan UN yang setiap tahun semakin ribet, dan selalu kedodoran saat persiapan dan pelaksanaannya.
"Beberapa negara maju seperti Finlandia, Amerika Serikat, Jerman, Kanada, dan Australia tidak menerapkan UN dalam sistem pendidikan mereka, kecuali tes untuk melanjutkan ke tingkat lebih tinggi, misalnya universitas," katanya.
Ia mengatakan karut marut pelaksanaan UN 2013 membuat banyak pemerhati pendidikan meragukan keabsahan hasil ujian.
Hal itu tidak lepas dari banyaknya prosedur standar yang dilanggar, mulai dari pelaksanaan yang tidak serempak, naskah soal dan lembar jawaban yang difotokopi hingga lembar jawaban yang mudah sobek.
"UN itu berstandar nasional, tetapi lembar soalnya fotokopi, waktunya tidak serempak, ada yang ditunda sampai seminggu, dan kemungkinan kebocoran soal tinggi, sehingga tingkat keabsahannya diragukan," katanya.(rol)
"Kebijakan itu lebih bisa mengukur kompetensi lulusan sekolah. Namun, pelaksanaan ujian sekolah harus dengan pengawasan yang tersistem dan terstandar, misalnya per-provinsi atau kabupaten/kota," katanya di Yogyakarta, Senin (22/4).
Hal itu, kata dia, perlu dilakukan karena pelaksanaan ujian nasional (UN) lebih banyak mengandung mudharat daripada maslahat, baik dari aspek finansial, efektivitas maupun efisiensi.
Menurut dia, sekarang perlu dipikirkan apa untungnya melaksanakan UN yang setiap tahun semakin ribet, dan selalu kedodoran saat persiapan dan pelaksanaannya.
"Beberapa negara maju seperti Finlandia, Amerika Serikat, Jerman, Kanada, dan Australia tidak menerapkan UN dalam sistem pendidikan mereka, kecuali tes untuk melanjutkan ke tingkat lebih tinggi, misalnya universitas," katanya.
Ia mengatakan karut marut pelaksanaan UN 2013 membuat banyak pemerhati pendidikan meragukan keabsahan hasil ujian.
Hal itu tidak lepas dari banyaknya prosedur standar yang dilanggar, mulai dari pelaksanaan yang tidak serempak, naskah soal dan lembar jawaban yang difotokopi hingga lembar jawaban yang mudah sobek.
"UN itu berstandar nasional, tetapi lembar soalnya fotokopi, waktunya tidak serempak, ada yang ditunda sampai seminggu, dan kemungkinan kebocoran soal tinggi, sehingga tingkat keabsahannya diragukan," katanya.(rol)