BANDA ACEH - Bendera berwarna dasar merah bergambar bulan bintang di tengah-tengahnya dan bergaris hitam putih di atas dan bawah, yang merupakan bendera Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan sangat terlarang di masa konflik dulu, kini sudah mulai berkibar dengan bebas di sejumlah daerah di Aceh.
Hal itu terjadi hanya beberapa saat usai Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Jumat (23/3) malam menyetujui dan mensahkan qanun (peraturan daerah -Perda) tentang Bendera dan Lambang Aceh yang sama persis dengan atribut GAM.
Di Banda Aceh sendiri, pengibaran bendera GAM tersebut terlihat di sejumlah tempat seperti di kawasan Simpang Mesra, Jeulingke yang berdekatan dengan Mapolda Aceh. Selain itu juga sempat terlihat selembar bendera bulan bintang itu berkibar di dekat jembatan Pango, Desa Santan, Aceh Besar.
Selanjutnya, di sejumlah kecamatan di Kabupaten Aceh Utara juga berkibar bendera yang dulu sangat menakutkan di masa konflik bersenjata antara TNI-GAM. Seperti Kecamatan Samudera (dua lokasi), Kecamatan Meurah Mulia (di atap Sekretariat Partai Aceh Cabang Meurah Mulia, Desa Karieng), dan di Desa Teupin Jok, Kecamatan Nibong.
Sejumlah warga di Banda Aceh dan Aceh Besar, mengaku terkejut dan menimbulkan tanda tanya dengan berkibarnya bendera bulan bintang tersebut. Pasalnya, meski sudah disahkan qanunnya oleh DPRA, tapi rata-rata mereka belum yakin sepenuhnya bendera tersebut boleh berkibar.
“Saya masih bertanya-tanya, apa sudah boleh berkibar bendera GAM itu, karena selama ini sangat dicari-cari oleh aparat keamanan. Lagi pula apakah pemerintah pusat sudah setuju bendera ini digunakan,” kata Hasanuddin, warga Banda Aceh.
Sementara sebagian masyarakat lainnya mengaku sangat antusias untuk mengibarkan bendera tersebut. “Ini sudah lama kita tunggu-tunggu, untuk kita kibarkan. Alhamdulillah, sekarang sudah resmi berkibar,” kata seorang anggota Komite Peralihan Aceh (KPA) asal Aceh Utara, yang sengaja datang ke Banda Aceh saat pengesahan Qanun Bendera dan Lambang Aceh.
Tidak Menaikkan Dulu
Gubernur Aceh Zaini Abdullah, berharap kepada warga Aceh agar bersabar untuk tidak menaikkan dulu bendera Aceh yang telah disahkan itu, sebelum qanunnya dimasukkan dalam lembaran daerah. Qanun bendera dan lambang Aceh yang baru disahkan itu akan terlebih dahulu dimuat ke dalam lembaran daerah Aceh. Setelah itu, kemudian akan dilapor ke Menteri Dalam Negeri di Jakarta.
“Mudah-mudahan lambang dan bendera ini tidak ditolak. Karena ini merupakan hasrat dari rakyat Aceh,” kata Zaini kepada wartawan usai pengesahan Qanun Bendera dan Lambang Aceh tersebut di gedung DPRA.
Secara hukum, jelas Zaini, Qanun Bendera dan Lambang Aceh sudah berlaku jika sudah dimuat ke dalam lembaran Aceh. Waktu yang dibutuhkan untuk memuat ke dalam lembaran Aceh itu memakan waktu selama satu bulan.
Zaini menambahkan, lambang Pancacita yang selama ini dipakai Pemerintah Aceh seperti diatur dalam UU Nomor 39 Tahun 1961, akan segera diganti dengan lambang baru yaitu Buraq dan Singa.
“Kita akan melakukan tahap demi tahap. Lambang yang baru ini akan ada pada setiap kantor pemerintah di Aceh, kop surat dan tahapan ke depan juga baju dinas PNS di Aceh bakal dijahit lambang Aceh yang terbaru Buraq dan Singa,” ungkapnya. (/ANL)
Hal itu terjadi hanya beberapa saat usai Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Jumat (23/3) malam menyetujui dan mensahkan qanun (peraturan daerah -Perda) tentang Bendera dan Lambang Aceh yang sama persis dengan atribut GAM.
Di Banda Aceh sendiri, pengibaran bendera GAM tersebut terlihat di sejumlah tempat seperti di kawasan Simpang Mesra, Jeulingke yang berdekatan dengan Mapolda Aceh. Selain itu juga sempat terlihat selembar bendera bulan bintang itu berkibar di dekat jembatan Pango, Desa Santan, Aceh Besar.
Selanjutnya, di sejumlah kecamatan di Kabupaten Aceh Utara juga berkibar bendera yang dulu sangat menakutkan di masa konflik bersenjata antara TNI-GAM. Seperti Kecamatan Samudera (dua lokasi), Kecamatan Meurah Mulia (di atap Sekretariat Partai Aceh Cabang Meurah Mulia, Desa Karieng), dan di Desa Teupin Jok, Kecamatan Nibong.
Sejumlah warga di Banda Aceh dan Aceh Besar, mengaku terkejut dan menimbulkan tanda tanya dengan berkibarnya bendera bulan bintang tersebut. Pasalnya, meski sudah disahkan qanunnya oleh DPRA, tapi rata-rata mereka belum yakin sepenuhnya bendera tersebut boleh berkibar.
“Saya masih bertanya-tanya, apa sudah boleh berkibar bendera GAM itu, karena selama ini sangat dicari-cari oleh aparat keamanan. Lagi pula apakah pemerintah pusat sudah setuju bendera ini digunakan,” kata Hasanuddin, warga Banda Aceh.
Sementara sebagian masyarakat lainnya mengaku sangat antusias untuk mengibarkan bendera tersebut. “Ini sudah lama kita tunggu-tunggu, untuk kita kibarkan. Alhamdulillah, sekarang sudah resmi berkibar,” kata seorang anggota Komite Peralihan Aceh (KPA) asal Aceh Utara, yang sengaja datang ke Banda Aceh saat pengesahan Qanun Bendera dan Lambang Aceh.
Tidak Menaikkan Dulu
Gubernur Aceh Zaini Abdullah, berharap kepada warga Aceh agar bersabar untuk tidak menaikkan dulu bendera Aceh yang telah disahkan itu, sebelum qanunnya dimasukkan dalam lembaran daerah. Qanun bendera dan lambang Aceh yang baru disahkan itu akan terlebih dahulu dimuat ke dalam lembaran daerah Aceh. Setelah itu, kemudian akan dilapor ke Menteri Dalam Negeri di Jakarta.
“Mudah-mudahan lambang dan bendera ini tidak ditolak. Karena ini merupakan hasrat dari rakyat Aceh,” kata Zaini kepada wartawan usai pengesahan Qanun Bendera dan Lambang Aceh tersebut di gedung DPRA.
Secara hukum, jelas Zaini, Qanun Bendera dan Lambang Aceh sudah berlaku jika sudah dimuat ke dalam lembaran Aceh. Waktu yang dibutuhkan untuk memuat ke dalam lembaran Aceh itu memakan waktu selama satu bulan.
Zaini menambahkan, lambang Pancacita yang selama ini dipakai Pemerintah Aceh seperti diatur dalam UU Nomor 39 Tahun 1961, akan segera diganti dengan lambang baru yaitu Buraq dan Singa.
“Kita akan melakukan tahap demi tahap. Lambang yang baru ini akan ada pada setiap kantor pemerintah di Aceh, kop surat dan tahapan ke depan juga baju dinas PNS di Aceh bakal dijahit lambang Aceh yang terbaru Buraq dan Singa,” ungkapnya. (/ANL)